Jika Ingin Melihat
Kerajaan Allah
"Yoh. 3:1-21"
Pada waktu malam hari
Nikodemus pergi kepada guru baru itu, yang sudah memulai sebuah pekerjaan di
Israel. Mungkin di tengah jalan Nikodemus masih sangsi. Boleh jadi Dia
berfikir sambil belajar, sambil berjalan, “Apakah baik kalau aku pergi menemui
guru yang baru itu?” keraguan seperti itu tidaklah mengherankan, sebab si
Nikodemus termasuk golongan orang-orang farisi dan dia adalah anggota mahkamah
Yahudi. Nikodemus adalah seorang rabi paling atas di Israel, yang berarti seorang
guru paling terhormat. Pada malam hari, Nikodemus yang terhormat itu berada dalam
perjalanan menemui Yesus Kristus, guru yang baru itu.
Pada waktu itu semua
orang-orang membicarakan guru yang baru itu tentang semua pengajaran-Nya. Akan tetapi,
Yesus, Guru yang baru itu bukan seorang
rabi, Dia juga bukan seorang anggota dari Mahkamah Yahudi, dan Ia tidak
dihormati oleh kawan-kawan Nikodemus. Yang terjadi adalah semakin besar rasa
hormat orang banyak kepada guru yang baru itu, maka semakin besar dendam orang-orang
Farisi terhadap Dia. Oleh orang Farisi Ia dianggap sebagai seorang pembohong
(Yoh. 7:45-52). Selain dari pada itu, mereka semua cemburu sebab begitu banyak orang-orang mengikuti
Dia. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengunggah di dalam diri Nikodemus yang
berbeda dengan dendam dan kecemburuan. Karena Nikodemus yang sudah beberapa kali
mendengarkan guru yang baru itu, sewaktu Ia mengajar di jalan atau di dalam
Tempat Bait Suci pasti mendengar sesuatu yang dikatakan oleh orang lain tentang Dia.
Dengan demikian hati Nikodemus tergugah oleh kegelisaan yang besar sebab ia
bertanya dalam hatinya, “Apakah yang dikatakan teman-teman sekerjaku benar,
bahwa Dia seorang pembohong?”
Masalah itulah yang
sudah lama sekali dipikirkan Nikodemus. Akhirnya dia mengambil sebuah keputusan. Seorang diri
Nikodemus pergi menemui guru yang baru itu. Dia ingin bercakap-cakap dengan Yesus
secara pribadi. Tetapi mengapa Nikodemus pergi sendirian pada malam Hari? Barangkali
Nikodemus senang berjumpa dengan Yesus seorang diri, bisa jadi Dia takut terhadap teman-temannya yang akan memarahi dia jika ia pergi kepada orang yang mereka
anggap pembohong. Biar bagaimana pun Nikodemus tetap pergi.
Pada malam hari itu dia
duduk dihadapan Tuhan. Ada cahaya sebuah terpancar dari sebuah lampu minyak. Dengan
penuh ketakutan Nikodemus bertanya di dalam hatinya, “Siapakah guru baru ini?”
dalam percakapannya dengan Yesus, Nikodemus, (Yoh.3:2) .
Dengan penuh perhatian
di memandang Yesus, sambil berfikir apakah orang ini benar-benar diutus Allah?
Apakah Allah benar-benar menyertai Dia? Karena Nikodemus benar-benar sangat ingin
mengetahui-Nya, ia mencari kebenaran tentang guru yang baru ini.
Jawaban yang Yesus
berikan mengejutkan Nikodemus. Sebab pada mulanya Yesus sama sekali tidak
berbicara tentang diri-Nya. Tetapi, guru yang baru itu justru berbicara
tentang sesuatu yang lain. (Yoh.3:3). Nikodemus pun heran,
sebab ia dan orang Farisi pada waktu itu berpendapat bahwa mereka itu
benar-benar menyembah Allah, karena di Israel orang-orang Farisi itulah yang
sangat berusaha menggenapi hokum Taurat dengan saksama. Itulah sebabnya mereka
menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang benar-benar saleh, yang pasti
akan diterima Allah. Nikodemus merasakan bahwa sekarang yang dibicarakan justru
tentang dirinya sendiri. Hal itu tidak diperhitungkan Nikodemus karena
hasratnya semula mencari tahu tentang guru baru itu saja. Yesus terus
menyatakan kebenaran tentang Nikodemus, yakni bahwa dirinya seharusnya
dilahirkan kembali. Jika tidak maka
Nikodemus yang merasa terhormat itu tidak akan melihat kerajaan Allah.
Jawaban itu sama sekali
tidak dimengerti oleh Nikodemus, sebab ia menganggap dirinya benar-benar
beriman dan saleh. Nikodemus belum mengetahui bahwa guru yang baru itu
mengetahui apa yanga da dalam hati manusia termasuk dalam hatinya. Dia juga mengetahui apa yang ada dalam hati
kita. Oleh karena itu, Yesus berkata kepada Nikodemus dan kepada kita, “Engkau
harus dilahirkan kembali.”
Sewaktu Nikodemus
menyapa Yesus, ia memanggil-Nya hanya dengan rabi. Ia menganggap rabi yang baru
itu sebagai seorang rekan sesame rabi. Ia belum menyadari bahwa guru yang baru
itu lain dengan dirinya. Padahal pada malam itu, Nikodemus duduk dihadapan (1 Ptr. 2:9). Ia duduk dihadapan
kasih juruselamat dunia. Hal itu belum dapat diketahui Nikodemus. Sebba bukan
hanya pada waktu “Malam Kudus” melainkan juga pada malam ketika Nikodemus
datang menemui Yesus, Tuhan, (Flp. 2:7). Karena itu, Yesus bersedia untuk
menyambut Nikodemus. Dengan cara demikian juga Tuhan bersedia untuk mendengarkan kita, jika kita pun bertanya,
siapakah Yesus Kristus itu?
Nikodemus sangat heran,
ia tidak sanggup meneruskan percakapan itu, selain bertanya, “bagaimana mungkin
itu terjadi?”
Sebelum pertanyaan itu
diajukan Nikodemus, sebenarnya pertanyaan serupa sudah diajukan oleh Maria, ibu
Yesus. Seorang malaikat menyatakan kepadanya, (Luk. 1:34). Dengan terharu dan
heran, maria bertanya “(Luk. 1:34)”. Kepada maria tidak diberikan jawaban yang
memuaskan akal budi manusia, tetapi kejadian ini terjadi: Roh Allah menciptakan
suatu ciptaan yang baru. Bagaimanakah mungkin hal itu terjadi? Satu-satunya hal
yang dapat kita katakana dengan hati-hati ialah ciptaan yang baru dimulai pada
Yesus Kristus. Dia yang adalah permulaan dari kerjaan Allah. Allah yang membuat
hal yang ajaib itu. Oleh karena itulah kita bernyanyi pada hari Natal, (Ny.
Roh. 39:4).
Akan tetapi, ciptaan
yang dahulu tidak dibuang Allah. Allah memilih seorang manusia dari dunia yang
dahulu, yakni Maria untuk menjadi Hamba-Nya. Mengapa Maria dipilih-Nya? Kita
tidak mengetahuinya. Demikian juga kita tidak tahu mengapa lebih dahulu Abraham
atau Daud yang dipilih-Nya menjadi hamba-hambaNya. Sekali-kali bukan karena
mereka orang yang tidak berdosa. Sebab mereka juga berdosa, demikian pula
Maria. Oleh karena itu, Paulus menulis bahwa “Allah mengutus anak-Nya sendiri
dengan daging yang serupa dengan daging yang yang dikuasai dosa” untuk
mengalahkan kekuasaan dari dosa itu. Allah sendiri yang membuat dilahirkan yang
menang itu, (Ny. Roh. 45:1). Ya itulah: Ilahi dan manusia. Hal itu adalah
keajaiban yang berasal dari Allah pada malam kudus itu.
Pada waktu malam yang
lain itu Nikodemus duduk dihadapan keajaiban dari Allah itu, sebab ia duduk
dihadapan Yesus Kristus, Anak Allah. Anak Allah itu berkata kepada Nikodemus,
“Engkau harus dilahirkan kembali, dengkau harus berubah menjadi seorang yang
baru.”
AMIN.